Thursday, June 4, 2015

Perjalanan di Ujung Senja

Posted by Santa Maya Pramusita at 7:58 PM


Persembahan terakhir untuk kakak perempuan yang baru saja berpulang....


Senja. Siapa yang tidak menyukainya?
Satu waktu dimana langit berlukiskan jingga yang meneduhkan
Membuang penat setiap jiwa yang berjuang mengais rejeki
Dan memunculkan romansa pada bilik hati bagi mereka yang menyaksikannya
Termasuk pula, kita.

Hari-hari itu mungkin sudah lama berlalu seiring bumi berputar memunculkan tahun yang baru
Namun kenangan akan selalu tinggal, bukankah demikian?
Aku masih ingat jelas ketika kita menyusuri tepi jalan raya, di sore hari, waktu favorit kita.
Kamu berbagi banyak hal denganku. Tentang kekasihmu, tentang teman-temanmu, tentang masa sekolahmu. Lalu aku mendengarkannya dengan saksama. Menanggapi ceritamu yang terkesan menarik bagiku.

Hingga sampailah kita di Ramayana, sebuah toserba yang rikala itu digemari orang-orang di kota ini. Disana kamu membebaskanku untuk membeli makanan apapun yang aku suka, dan kamu berjanji akan membayar semuanya. Bagi anak berumur sepuluh tahun seperti aku kala itu, apa yang lebih baik dari ini?  Sangat jelas terasa, aku bahagia dengan waktu-waktu itu.

 Aku selalu menikmati saat dimana kita berdua menghabiskan waktu bersama. Yah, walaupun kamu diam-diam membawa serta kekasihmu dan menjadikanku alasan ketika mamamu bertanya. Namun setidaknya aku tahu bahwa kamu percaya padaku. Kamu percaya bahwa rahasiamu aman di tanganku. Dan percaya bahwa aku adalah saudara yang tepat untuk menghabiskan senja bersama.
Seperti sore itu, ketika kita berjalan lebih jauh dari biasanya. Kamu setia menemaniku yang bersikeras ingin pergi ke toko buku Kharisma, tak peduli letak toko yang sebenarnya sedikit jauh dari hiruk pikuk kota.

Lalu ketika aku bermalam di rumahmu. Berada satu kamar denganmu. Bukan sekali dua kali aku melakukannya. Kembali lagi kamu bercerita banyak hal. Dan aku, menjadi pendengar yang baik.. yang menanggapi secukupnya. Bukan setengah hati aku melakukannya. Justru aku tertarik dengan semua ceritamu. Tertarik untuk menerka-menerka bagaimana kehidupan dewasa kelak dari semua ceritamu. Ya, aku belajar banyak darimu. Tentang cinta, persahabatan, bahkan tentang cara berjalan. Mungkin kamu tak ingat.. ketika aku akan mengikuti pentas perayaan hari kartini, kamu yang dulunya seorang mayoret handal mengajariku bagaimana caranya berjalan dengan baik di atas panggung. Dan kamu benar-benar bisa melakukannya dengan anggun, seperti namamu.

Lain halnya ketika aku malas mengerjakan PR Bahasa Inggrisku. Kamu yang ketika itu masih duduk di bangku SMA dengan sabar menyemangatiku. Hingga akhirnya aku mengantuk dan kamu yang mengerjakan sisanya untukku. Aku tertegun kala itu. Karena selama ini tidak ada yang melakukannya untukku. Atau ketika kita bermain dokter-dokteran. Kamu yang mungkin lelah sepulang sekolah tak keberatan mengiyakan ajakanku. Selalu, aku yang menjadi dokter, dan kamu pasiennya. Tak jarang kamu tertidur ketika aku sedang asyik-asyiknya mengutak-atik tanganmu.

Belum lagi saat-saat kita berjalan-jalan di pasar malam, bersama dengan saudara-saudara yang lain. Menaiki biang lala dan mencoba berbagai permainan disana. Duduk di pinggir jalan sambil menikmati ronde yang hangat. Sesekali mencoba restauran yang menawarkan makanan enak. Lagi-lagi, sore hari yang kita pilih.

Kini aku mengerti, mengapa kebanyakan orang menyukai senja.
Karena dia hanya sementara, seperti hidup kita di dunia.
Bila kini kau yang berpulang, pasti di lain waktu kami semua menyusul,
Lalu kita dapat kembali berkumpul.
Menyaksikan senja lainnya yang jauh lebih indah bersama.


Selamat jalan, saudaraku... Berbahagialah disisiNya.

0 comments:

Post a Comment

Blogger Widgets
 

The Journal Of Life Journey