Persembahan terakhir untuk kakak perempuan yang baru saja berpulang....
Senja. Siapa yang tidak menyukainya?
Satu waktu dimana langit berlukiskan jingga yang
meneduhkan
Membuang penat setiap jiwa yang berjuang mengais
rejeki
Dan memunculkan romansa pada bilik hati bagi
mereka yang menyaksikannya
Termasuk pula, kita.
Hari-hari itu mungkin sudah lama berlalu seiring
bumi berputar memunculkan tahun yang baru
Namun kenangan akan selalu tinggal, bukankah
demikian?
Aku masih ingat jelas ketika kita menyusuri tepi
jalan raya, di sore hari, waktu favorit kita.
Kamu berbagi banyak hal denganku. Tentang kekasihmu,
tentang teman-temanmu, tentang masa sekolahmu. Lalu aku mendengarkannya dengan
saksama. Menanggapi ceritamu yang terkesan menarik bagiku.
Hingga sampailah kita di Ramayana, sebuah toserba
yang rikala itu digemari orang-orang di kota ini. Disana kamu membebaskanku
untuk membeli makanan apapun yang aku suka, dan kamu berjanji akan membayar
semuanya. Bagi anak berumur sepuluh tahun seperti aku kala itu, apa yang lebih
baik dari ini? Sangat jelas terasa, aku
bahagia dengan waktu-waktu itu.
Aku selalu
menikmati saat dimana kita berdua menghabiskan waktu bersama. Yah, walaupun
kamu diam-diam membawa serta kekasihmu dan menjadikanku alasan ketika mamamu
bertanya. Namun setidaknya aku tahu bahwa kamu percaya padaku. Kamu percaya
bahwa rahasiamu aman di tanganku. Dan percaya bahwa aku adalah saudara yang
tepat untuk menghabiskan senja bersama.
Seperti sore itu, ketika kita berjalan lebih jauh
dari biasanya. Kamu setia menemaniku yang bersikeras ingin pergi ke toko buku
Kharisma, tak peduli letak toko yang sebenarnya sedikit jauh dari hiruk pikuk
kota.
Lalu ketika aku bermalam di rumahmu. Berada satu
kamar denganmu. Bukan sekali dua kali aku melakukannya. Kembali lagi kamu
bercerita banyak hal. Dan aku, menjadi pendengar yang baik.. yang menanggapi
secukupnya. Bukan setengah hati aku melakukannya. Justru aku tertarik dengan
semua ceritamu. Tertarik untuk menerka-menerka bagaimana kehidupan dewasa kelak
dari semua ceritamu. Ya, aku belajar banyak darimu. Tentang cinta,
persahabatan, bahkan tentang cara berjalan. Mungkin kamu tak ingat.. ketika aku
akan mengikuti pentas perayaan hari kartini, kamu yang dulunya seorang mayoret
handal mengajariku bagaimana caranya berjalan dengan baik di atas panggung. Dan
kamu benar-benar bisa melakukannya dengan anggun, seperti namamu.
Lain halnya ketika aku malas mengerjakan PR Bahasa
Inggrisku. Kamu yang ketika itu masih duduk di bangku SMA dengan sabar
menyemangatiku. Hingga akhirnya aku mengantuk dan kamu yang mengerjakan sisanya
untukku. Aku tertegun kala itu. Karena selama ini tidak ada yang melakukannya
untukku. Atau ketika kita bermain dokter-dokteran. Kamu yang mungkin lelah
sepulang sekolah tak keberatan mengiyakan ajakanku. Selalu, aku yang menjadi
dokter, dan kamu pasiennya. Tak jarang kamu tertidur ketika aku sedang
asyik-asyiknya mengutak-atik tanganmu.
Belum lagi saat-saat kita berjalan-jalan di pasar
malam, bersama dengan saudara-saudara yang lain. Menaiki biang lala dan mencoba
berbagai permainan disana. Duduk di pinggir jalan sambil menikmati ronde yang
hangat. Sesekali mencoba restauran yang menawarkan makanan enak. Lagi-lagi,
sore hari yang kita pilih.
Kini aku mengerti, mengapa kebanyakan orang
menyukai senja.
Karena dia hanya sementara, seperti hidup kita di
dunia.
Bila kini kau yang berpulang, pasti di lain waktu
kami semua menyusul,
Lalu kita dapat kembali berkumpul.
Menyaksikan senja lainnya yang jauh lebih indah
bersama.
Selamat jalan, saudaraku... Berbahagialah
disisiNya.
0 comments:
Post a Comment