November sudah tiba... Hujan sedang sering-seringnya
bertamu...
Itu tandanya, hati jadi semakin sering melankolis bukan?
Hayo, ngaku. Berapa banyak diantara kalian yang akhir-akhir
ini sering duduk di depan jendela ngeliatin hujan? Entah sambil mikirin mantan
atau nahan kangen?
Tenang aja, nggak usah malu mengakui. Kalo banyak dari
kalian yang seperti itu, well, sebenernya gue merupakan bagian dari kalian.
Akhir-akhir ini gue sedang sering merenungkan banyak hal –
ditengah balutan cuaca dingin yang sejujurnya gue benci ini. Dan salah satu hal
yang sering gue renungkan adalah tentang jargon film Cinta Brontosaurus-nya
Raditya Dika; bahwa Cinta bisa
kadaluarsa.
Menurut kalian sendiri, cinta bisa kadaluarsa nggak sih?
Awalnya, gue nggak yakin. Emang cinta orang tua kita ke kita bisa luntur begitu aja? Nggak,
kan? Dengan begitu, gue mengira jargon itu hanyalah barisan kata-kata biasa
yang dipakai buat menarik perhatian orang-orang supaya nonton film Cinta
Brontosaurus.
Tapi, setelah gue mengalami suatu hal – yang secara langsung
mengingatkan gue akan jargon diatas, gue jadi berubah pikiran.
Suatu sore, ditemani suara hujan yang terus menderu, gue
ngutak-atik handphone. Dan akhirnya berhentilah gue pada sebuah history chat. History chat gue dengan
masa lalu gue, tepatnya. Mungkin karena terlalu sibuk dengan berbagai kegiatan
dan perkuliahan, gue jadi nggak sempet menghapus history chat di handphone gue
– termasuk chat bersama dia. Gue diam sejenak, menimbang-nimbang apakah gue
harus membacanya atau langsung menghapusnya aja. Tapi sepertinya tangan gue
nggak mau diajak kompromi. Akhirnya, gue
membuka history chat itu, mulai dari jaman PDKT sampai akhirnya berpisah. Gue
baca sekilas chat-chat-nya, dan gue tertegun.
Kenapa gue nggak
merasakan apa-apa?
Kenapa gue nggak
merasa rindu kayak waktu awal berpisah?
Dan kenapa gue merasa
hambar ketika membacanya kembali? Seolah-olah chat itu udah lama banget
berlalu.
Gue lantas menutup kembali history chat tadi, dan kembali
merenung. Mungkinkah rasa itu sudah sirna sepenuhnya?
Mungkinkah cinta gue
ke dia kadaluarsa?
Masih dengan sejuta pertanyaan di kepala, gue membuka diary
gue dan gue baca kembali semua part yang menceritakan tentang dia. Lagi-lagi,
gue nggak merasakan sensasi yang dulu gue rasakan setiap kali flashback.
Moment itu pun akhirnya membawa gue pada satu asumsi.. Bahwa
ternyata benar, cinta bisa kadaluarsa.
Di dunia ini setidaknya ada beberapa jenis cinta:
Yang pertama, Agape
atau cinta tak bersyarat. Cinta ini menginginkan kebaikan bagi yang dikasihinya,
nggak tergantung kualitas-kualitas pada diri orang tersebut. Selain itu, Agape
nggak kenal sama yang namanya ego. Dia berani berkorban dan menderita.
Contohnya, as we know, cinta Tuhan kepada kita, manusia.
Selanjutnya, ada Philia.
Philia adalah cinta/kasih antara sahabat dan saudara. Di sini, cinta bersifat
relasional dan bersifat terbuka kepada semua orang, nggak peduli dia perempuan
atau laki-laki.
Nah, yang ketiga, storge
atau cinta antara orang tua dengan anak. Cinta ini bersifat tulus, tanpa
pamrih. Dia nggak mengharapkan balasan atas apa yang diberikan.
And the last
one, ada Eros yang merupakan cinta hasrat/birahi
dengan lawan jenis. Cinta ini tertanam dalam diri manusia, makanya sering
banget muncul keegoisan di dalamnya.
Nah, cinta
eros inilah yang bisa kadaluarsa. Kenapa? Simple. Karena sifat cinta eros
sangat manusiawi. Banyangin deh, ketika kalian suka sama seseorang, terus
tiba-tiba aja hasrat kalian untuk memiliki orang itu hilang, kalian pasti akan
meninggalkan cinta kalian yang dulu begitu aja kan?
Dan lambat
laun, cinta itu pun akan kadaluarsa dimakan waktu...
“Tak akan
lagi
kumenunggumu
di depan pintu
Dan tak ada
lagi
tutur manis
ku merayumu”
(Tulus – Sewindu)
0 comments:
Post a Comment