Friday, October 23, 2015

Cinta di Masa Lalu, Kini, dan Nanti

Posted by Santa Maya Pramusita at 3:16 PM
Sebuah tulisan mengenai perjalanan cinta dari masa ke masa...


“Aku suka kamu, loh.” Kata si A kepada si B.
“Aku juga suka kamu.”
“Oke, kita pacaran ya!

Cuplikan percakapan diatas adalah contoh percakapan yang sering gue dengar antara dua anak kecil yang lagi dimabuk asmara.... Hahahaha. Ya, percaya atau tidak, sewaktu kita kecil semua hal tampak sederhana, tak terkecuali cinta. Cinta di masa kecil kita hanya berbicara mengenai rasa. Ketika seorang anak kecil menyukai lawan jenisnya, tanpa ragu dia akan mengutarakan perasaannya secara gamblang.


Seperti di suatu hari, saat gue masih TK, ada seorang teman laki-laki yang ditanyai mamanya, “temen di kelas yang kamu suka siapa?”
Dan dengan polosnya dia menjawab, “aku suka sama Sita” Hahaha
(Hey kamu yang ada di cerita ini, jangan ketawa ya kalo baca :p)

Begitulah kita di masa kecil. Cinta atau rasa suka yang kita miliki begitu egois, namun sarat makna dan sangat murni. Dia belum mengenal apa itu perbedaan, belum cukup tahu persepsi orang lain terhadap suatu hubungan, tidak peduli mengenai jarak.

Cinta di masa kecil hanya berbicara tentang tiga hal; aku, kamu, dan kita. Dia tidak berbicara mengenai orang lain di sekeliling. Dia tidak menimbang-nimbang. Dia pasti dan mutlak.

Namun apakah kalian sadar? Bahwa kesederhanaan cinta di masa kecil lambat laun memudar dan berubah menjadi kompleks seiring bertambahnya usia kita.

Memasuki masa remaja, kita mulai mengenal apa itu obsesi. Ada nggak yang pernah suka sama kakak kelas hanya karena mereka ganteng/cantik? Lalu mulai mencari-cari nomer handphone mereka, mencari-cari foto pribadi mereka, bahkan mengorek informasi tentang mereka dari teman dekat mereka. Gue cukup yakin hampir semua orang pasti pernah memasuki fase ini. Fase yang cukup kompleks, dimana kita mulai memperhatikan orang lain,  dan (mungkin) tanpa diperhatikan balik oleh orang yang kita suka. 
Fase dimana kita mulai berkenalan dengan realita; bahwa terkadang apa yang kita impikan tidak akan bisa terwujud. Kadang kita berharap memiliki orang yang cintai, namun Tuhan berkata tidak. Maka kita pun harus belajar mengalahkan ego kita. Kita harus belajar menerima kenyataan pahit dan tidak memaksakan hal yang kita inginkan. Pahit ya? Iya. Itu sedikit gambaran kecil mengenai cinta di masa dewasa. 

Lalu bagaimana dengan orang yang tepat disaat yang tidak tepat?
Ketika kecil kita tidak pernah memikirkan latar belakang atau berbagai kemungkinan mengenai orang yang kita suka. Kita tidak pernah memikirkan apakah dia orang yang tepat atau apakah rasa suka kita hadir di saat yang tepat atau tidak. Yang kita tahu, kita menyukainya. Titik. Bukankah demikian?
Tapi semakin kita bertumbuh, maka kita akan berkenalan dengan pertimbangan.

Gue suka dia... Tapi gue punya pacar. Gimana ya? Kan kasian juga kalo gue ninggalin pacar gue tiba-tiba.

Gue suka dia.. Dia itu kayak orang yang tepat buat gue. Tapi apakah orang tua gue bakal setuju kalo tau background keluarga dia?

Gue suka dia... Dia juga suka gue. Tapi temen gue suka sama dia. Gue harus pilih yang mana dong? Kan gue harus jaga perasaan dua orang.

Pernah mengalami situasi dilematis di atas? Dimana cinta kita kepada seseorang menjadi tidak pasti karena satu dan lain hal...
Dimana kita mulai mengenal rasa kehilangan...
Dimana kita mulai memberikan air mata kita untuk orang yang kita cintai...
Dimana menyatakan cinta tidak sesederhana mengucap kata...
Dan dimana rasa cinta tidak lagi berkisar tentang aku, kamu dan kita. Tetapi ada pula mereka.

Cinta di masa dewasa memang menawarkan begitu banyak pelajaran. Ada orang yang memberikan sedikit pelajaran, ada yang memberikan banyak sekali pelajaran. Ada yang menyisakan sedikit kenangan hingga sangat mudah untuk dihapus, ada pula yang memberi kita setumpuk kenangan hingga kenangan itu menghantui hari-hari kita. Mungkin ada juga... orang yang mendiami satu bagian kecil di hati kita, tanpa pernah bisa beralih. Orang yang mungkin menyisakan jejak paling dalam di hati kita. Orang yang mungkin kehadirannya dulu sangat berkesan untuk kita. Biarkan saja... masih ada celah-celah lain di hati kita untuk orang-orang baru, bukan?


Cinta di masa dewasa mengenalkan kita pada begitu banyak luka. Tapi gue percaya, luka tersebut nggak dihadirkan untuk membuat kita skeptis pada cinta. Juga nggak dihadirkan untuk membuat kita trauma untuk jatuh cinta lagi. Tapi untuk dijadikan pengingat sebelum kita siap melangkah menuju cinta di masa depan. Luka tersebut hadir sebagai bekal supaya kita menjadi orang yang lebih bijak; tidak egois (seperti saat kita masih kecil), dan tidak acuh tak acuh pada perasaan orang lain.

Oleh karena itu, jadilah berani. Jangan pernah menutup hati hanya untuk merasa aman. Jangan pernah menjauh hanya karena takut terluka lagi. Bersiaplah setiap saat untuk jatuh cinta dan terluka. Anggaplah bahwa ketika kalian memulai kisah baru dengan orang baru, maka akan ada pelajaran dan bekal baru yang kalian dapat. Semakin banyak pengalaman yang kalian rasakan, maka kalian akan semakin kaya. Kalian akan semakin siap mengarungi cinta di masa depan.



Karena cinta di masa depan akan lebih berat daripada cinta di masa kini.
Cinta di masa depan tidak hanya menggabungkan dua insan, tetapi juga menggabungkan dua keluarga.
Cinta di masa depan bersifat selamanya; dia tidak main-main.
Cinta di masa depan berbicara mengenai perjuangan yang tidak sederhana antara dua manusia. 

Maka itu, berhati-hatilah selama kita masih berada di cinta masa kini. Berhati-hatilah dalam memilih cinta, sebelum kita memutuskan untuk berpindah ke cinta di masa depan. Jadilah bijak dalam menerima setiap pelajaran yang diajarkan cinta masa kini; karena suatu hari nanti kita akan membutuhkannya sebagai cermin untuk menentukan langkah.



3 comments:

Unknown on 10/25/2015 said...

aduh sita postnya cinta cintaan :D :D

Santa Maya Pramusita on 10/25/2015 said...

Lagi pengen, tur hahahaha

Unknown on 10/27/2015 said...

owh kode niih lagi pengen cinta cintaan hhahaha

Post a Comment

Blogger Widgets
 

The Journal Of Life Journey